Ekspedisi bersama antara Indonesia-Amerika Serikat di lautan dalam perairan Sangihe, Sulawesi Utara, berhasil memetakan sebuah gunung berapi raksasa di bawah laut. Penelitian yang menggunakan sonar multicahaya kapal penelitian Okeanos milik NOAA ini mendapati bahwa gunung ini memiliki ketinggian sampai 10 ribu kaki atau lebih dari 3.000 meter.
“Ini adalah sebuah gunung berapi yang besar dan lebih tinggi daripada semua gunung di Indonesia kecuali tiga atau empat gunung lain di Indonesia, dan menjulang lebih dari sepuluh ribu kaki dari dasar laut di dalam perairan dan terletak di kedalaman lebih dari 18 ribu kaki,” kata Jim Holden, Ketua Ilmuwan AS untuk misi awal ekspedisi bersama ini sekaligus seorang ahli mikrobiologi dari University of Massachusetts di Amherst, yang turut serta dalam ekspedisi dari Exploration Command Center di Jakarta, Indonesia.
Sebagai perbandingan, Gunung Semeru yang merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa memiliki ketinggian 3.676 meter di atas permukaan laut. Namun ketinggian ini diukur dari permukaan laut, bukan dari dasar lembah gunung. Sementara ketinggian gunung api raksasa bawah laut yang ditemukan di Sangihe diukur dari lembahnya.
Ekosistem Sendiri
Sementara itu, mereka juga menemukan sejumlah biota laut unik di kedalaman perairan Sangihe Talaud. "Saya sudah 22 tahun menjadi peneliti kelautan, tapi baru kali ini melihat biota laut yang unik seperti sejenis cumi yang saya duga spesies baru," kata Dr Jim Holden, perwakilan ilmuwan NOAA di Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) saat melepas Kapal Baruna Jaya IV di Tanjung Priok, Jakarta, Senin.Berbagai biota laut yang ditemukan di sekitar gunung api bawah laut bernama Gunung Kawio di kedalaman 1.800 meter tersebut sangat unik karena mampu hidup dalam tekanan hingga 180 bar, di suhu panas 350 derajat Celcius serta dalam kondisi gelap tanpa sinar matahari.
"Cerobong asap ini hanya ada di laut dalam di mana terdapat aktivitas pegunungan api bawah laut. Cerobong ini tumbuh terus misalnya 1 cm per hari lalu sebagian mengendap di bawahnya, endapan ini kaya mineral," katanya.
Kandungan larutan bersuhu tinggi dari perut bumi itu mengandung mineral, logam, dan gas, yang dipengaruhi suhu air laut dalam yang mencapai 2-4 derajat celsius. Hal ini menimbulkan aliran larutan dari perut bumi itu memperoleh pendinginan mendadak.
Menurut Sugiarta, pendinginan mendadak itu menimbulkan endapan yang akhirnya membentuk lapisan cerobong. Air laut di sekitarnya pun menjadi tidak terlampau dingin atau tidak terlampau panas sehingga menjadi ekosistem tersendiri dan bisa menjadi habitat bagi biota-biota laut tertentu.
"Dari pengambilan gambar dengan kamera video bawah laut dalam, diperoleh gambar biota berbagai jenis, mulai dari cacing-cacingan, udang, kepiting, dan ikan yang semua berwarna sangat mencolok," katanya.
"Dari pengambilan gambar dengan kamera video bawah laut dalam, diperoleh gambar biota berbagai jenis, mulai dari cacing-cacingan, udang, kepiting, dan ikan yang semua berwarna sangat mencolok," katanya.
Eksplorasi Lebih Lanjut
Para ilmuwan Indonesia dan AS yakin bahwa dengan menyelidiki lautan yang belum pernah tereksplorasi sebelumnya maka akan banyak fenomena baru yang diperoleh dan informasi yang didapat untuk menambah pemahaman dunia tentang ekosistem dan pengasaman laut serta dampak perubahan iklim.
Sejauh ini, Okeanos Explorer telah memetakan 2.400 mil persegi dasar laut di Indonesia, wilayah yang luasnya setara dengan luas Delaware. Pada pertengahan Juli, kapal riset dan perikanan milik Indonesia Baruna Jaya IV akan memetakan lebih banyak dasar laut dan menempatkan peralatan di kepulauan Kawio sebelum kedua kapal bertemu di Pelabuhan Bitung. Mereka akan dikerahkan kembali pada 21 Juli untuk terus mengeksplorasi lebih banyak lagi lautan yang belum terjamah dekat gugus kepulauan Sangihe dan Talaud. Ekspedisi tersebut akan rampung pada 14 Agustus.
Peta Sangihe:
Dari berbagai Sumber (pap)
0 komentar:
Posting Komentar